• DIRGAHAYU KE-49 PGLII

    Dirgahayu ke-49 PGLII ! 17 Juli 1971 - 17 Juli 2020

  • Pelantikan Pengurus Wilayah PGLII DKI Jakarta

    Dalam pelantikan yang diawali dengan ibadah yang dipimpin Pdt. Dr Ronny Mandang yang menekankan akan pentingnya penginjilan. “Sebagai orang injili harus selalu memberitakan Injil,“

  • Audiensi PGLII

    Pengurus Wilayah PGLII DKI Jakarta berkunjung kepada BPD GBI DKI Jakarta sekaligus memohon kepada Ketua BPD GBI Pdt Kiki Tjahjadi menjadi Majelis Pertimbangan PGLII DKI Jakarta.

Tuesday, December 17, 2019

Relasi Natal dan Pancasila Menurut Pemuda Kristen


Menjelang Natal semarak perayaan Hari Raya umat Kristen itu terasa di mana-mana. Ketua Bidang Pemuda Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) DKI Jakarta, Tigor Mulo Horas memaparkan pandangannya terkait Natal.

"Natal sering membawa perenungan yang tidak menyenangkan bagi saya, lebih tepatnya bagi kedagingan saya. Mengapa? Karena saya memahami Natal sebagai peristiwa 'penyaliban' pertama yang dialami Putra Allah di surga. Ia yang kedudukannya setara dengan Allah, harus mengosongkan diri-Nya sendiri dan taat pada perintah Bapa untuk turun ke dunia." Jakarta Barat, Selasa (17/12/2019).

"Bukankah itu praktik penyangkalan diri dan penyaliban yang dialami Sang Putra? Jadi saya menganggap bahwa Natal sebagai peristiwa Jumat Agung di Surga," imbuhnya.

Horas mengaku setiap menjelang Natal selalu bertanya pada dirinya sendiri, “Apa yang sudah kulakukan dalam rangka menyangkal diri tahun ini? Natal bukan saat untuk berpesta, bukan sekadar untuk merayakan Hari Raya Kristiani, tetapi saat yang tepat untuk merenungkan teladan Sang Putra Allah dalam menyangkal diri-Nya sejak di surga.” 

"Rasul Paulus mengatakan, Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia,” tambahnya. 

Pria yang juga pemerhati politik dan intelijen itu mengatakan, "Natal tahun ini saya dapat dengan mudah menuliskan hal-hal dalam karakter saya yang perlu dilatih lebih keras agar lebih serupa dengan Kristus. Mungkin Anda juga punya daftar menurut versi Anda sendiri. Natal ini kita sama-sama mendapat undangan untuk merenungkan lagi makna Natal sebagai Jumat Agung dan mengaplikasikannya dengan usaha kita menjadi para pemercaya yang memiliki karakter Kristus."

Menurut Horas, seseorang pernah mengeluh kepadanya mengenai seorang politikus Kristen, “Bang Horas, kenapa ya Bapak yang politikus itu tidak sesaleh seperti kalau dia sedang di gereja? Di gereja Bapak itu bisa terlihat manis, senang melayani, tapi kalau di dunia politik, itu bertolak belakang. Dia suka jelek-jelekkan politikus lain, ambisius mengejar pengakuan dan jabatan, kelihatan sekali kalau iri dengan sesama politikus lainnya. Kok bisa seperti itu ya, Bang?”

Pertanyaan itu, bagi Horas, tentu tak mudah dijawab. "Tetapi pesannya jelas bagi kita, bahwa karakter umat Kristen seharusnya bersesuaian dengan Yesus Kristus yang kita percayai itu. Banyak hal yang buruk dari karakter kita, bisa juga itu berupa kebiasaan buruk yang kita pelihara bertahun-tahun. Ini tantangan bagi kita," ujar Horas. 

"Natal tahun ini mengingatkan kita bahwa Natal adalah Jumat Agung, sebuah peristiwa 'penyaliban' di surga, di mana Sang Putra rela turun ke dunia, lahir sebagai manusia dalam peristiwa Natal," imbuhnya.

"Pertanyaan penting bagi kita adalah, maukah kita memakanai Natal tahun ini sebagai undangan untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Kristus dengan sungguh-sungguh?" kata Horas.

Natal dan Pancasila

Horas juga mengemukakan, sama seperti inti Natal adalah  mendamaikan antara Sang Pencipta dan manusia, demikian pulalah Pancasila menjaga kedamaian dan keharmonisan relasi sosial antar sesama warga negara. 

"Jika Natal memiliki tujuan mendamaikan Tuhan dengan manusia, Pancasila juga hadir untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan hubungan antarmanusia di Indonesia," ujarnya.

Horas mengatakan, "Nilai-nilai Pancasila adalah inti dari pedoman masyarakat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala tindakan dan interaksi sosial selayaknya selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Sedemikian pentingnya nilai-nilai Pancasila bagi Indonesia, maka tanpanya negara ini akan kehilangan roh dan bahkan eksistensinya."

Menurut Horas, sila-sila dalam Pancasila mengandung nilai spiritualitas yang sangat dalam. Bukan hanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tetapi Pancasila juga mengandung filsafat dan etika sosial yang sangat luhur. Sehingga, semua ajaran yang terkandung dalam Pancasila bertalian erat dengan nilai-nilai kebajikan dalam agama.

"Pancasila menurut saya adalah sebuah wahyu umum dari Tuhan bagi rakyat Indonesia, apapun agama dan keyakinannya. Di dalam Pancasila terkandung percikan-percikan ajaran kasih dalam agama Kristen, yaitu mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Tidak ada hukum yang berlawanan dengan prinsip ini," terang Horas.

"Di dalam kekristenan kita mengenal ada dua macam wahyu, yaitu wahyu umum dan wahyu khusus. Jika wahyu khusus bagi umat Kristen hanya terdapat dalam Yesus Kristus, maka wahyu umum ini adalah berkah dan kebenaran Tuhan bagi semua orang termasuk yang belum mengenal Yesus Kristus. Pancasila memuat semua kebaikan umum bagi semua orang. Saya percaya semua kebenaran di dunia ini adalah milik Tuhan. All truth is God's truth, maka Pancasila pun bisa kita syukuri sebagai wahyu umum Tuhan bagi rakyat Indonesia," pungkas Horas.

#Natal #PGLII #Pancasila
Tigor Mulo Horas Sinaga, Ketua Bidang Pemuda PGLII DKI Jakarta.


Share:

Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019

Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) wilayah DKI Jakarta menyampaikan tanggapan atas hasil survey indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) tahun 2019 yang dirilis oleh Kementerian Agama RI, 11 Desember yang lalu. 

Pdt Dr.  R.B.Rory, M.Th, selaku Ketua PGLIIW DKI mempertanyakan apa parameter yang dilakukan oleh Kementerian Agama dalam menentukan peringkat dan menilai kerukunan umat beragama di Jakarta. Bukankah penentuan peringkat 27 atau ke-4 terbawah dari seluruh provinsi di Indonesia dengan skor 71,3 yang berarti dibawah rata-rata nasional 73,83 seharusnya disertai indikator dan variable penilaian atas hasil tersebut. Sebagai contoh, Umat Kristen di Jakarta tentunya diwakili oleh 7 Aras Nasional yang mana para pemimpinnya juga  harus menjadi nara sumber yang memahami kondisi riil umat atas kehidupan bertolerasi antar umat beragama. Selain ketujuh aras nasional Kristen seperti KWI,PGI,PGLII,PGPI, Advent, Baptis dan Bala Keselamatan, di wilayah DKI Jakarta juga mempunyai FKUB yaitu Forum Kumunikasi Umat Beragama yang merupakan representasi para tokoh-tokoh agama di Jakarta. Baik ketujuh aras nasional dan juga FKUB selalu mengkaji dan menerima laporan dari seluruh umat beragama di wilayah Jakarta baik pergesekan, tindakan intoleran maupun perkembangan yang tercipta dalam hidup rukun antar umat beragama.

Tentunya suatu hasil yang valid harus menyertakan sumber dan parameter yang jelas untuk di publikasikan, sehingga kedepan dapat dilakukan kajian dan pendekatan apa yang harus dilakukan untuk perbaikan dan mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat beragama.

Share:

Thursday, December 5, 2019

Ideologi Pancasila


Selamat pagi. Pancasila adalah ideologi negara kita yang telah bertahan di tengah deru ombak ideologi-ideologi lain yang berusaha menggesernya.

Yang penting saat ini adalah menanamkan nilai-nilai Pancasila itu terutama kepada anak-anak muda yang jumlahnya 48 persen atau 129 juta dari seluruh penduduk Indonesia. Kalau tidak mengerti ideologi, tidak paham Pancasila, negara besar ini yang menjadi taruhannya.

Karena itulah, pada presidential lecture di Jakarta kemarin saya mendorong BPIP memanfaatkan segenap medium komunikasi kesukaan anak-anak muda untuk internalisasi dan pembumian Pancasila. Manfaatkan aplikasi WhatsApp, Telegram, Line, hingga Kakao Talk. Gunakan layanan video YouTube, Netflix, hingga Iflix. Isi media sosial Instagram, Facebook, Twitter, hingga Snapchat.

Kita banjiri dengan narasi-narasi besar tentang Pancasila agar tidak disalip oleh ideologi lain yang juga masuk melalui medium komunikasi tersebut. Kita juga hadirkan Pancasila melalui tiga hal yang paling disukai anak-anak muda yaitu olahraga, musik, dan film.

Tidak masalah kita nebeng Didi Kempot, titip sama sad boy dan sad girl, jadi bagian dari “sahabat ambyar”, atau menumpang satu lirik di “Pamer Bojo”. Tidak apa-apa, demi nilai-nilai Pancasila yang menjangkau generasi muda seluas mungkin.
Share:

Tuesday, December 3, 2019

Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila

Ketua Bidang Pemuda Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) DKI Jakarta Tigor Mulo Horas Sinaga, bersama dengan Herry Alleng, Jelani Christo  dan Immanuel de Fretes selaku pengurus yang diutus PGLII Wilayah Jakarta mengapresiasi giat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP-RI) yang mendorong habituasi Pancasila dalam merawat keberagaman melalui program pendidikan dan pelatihan pembinaan ideologi Pancasila bagi 36 organisasi keagamaan dan kepemudaan tingkat nasional di Grand Aquila Bandung, 28 November - 1 Desember 2019.

Horas menilai ikhtiar pembumian nilai-nilai Pancasila merupakan langkah prioritas yang perlu Pemerintah lakukan karena ancaman intoleransi yang meningkat.

"Pembumian nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah untuk melatih masyarakat mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan berbangsa. Serta untuk mencegah terjadinya konflik antar suku, agama, dan daerah," ujar Horas, Jakarta (2/12/2019)

Pemahaman nilai-nilai Pancasila akan menciptakan dan menumbuhkan jiwa persatuan dan kesatuan. Horas menambahkan, "Awal mula runtuhnya suatu negara bukan disebabkan dari serangan eksternal melainkan disebabkan juga dari internal. Maka dari itu ikhtiar pembumian Pancasila penting agar masyarakat saling menghormati dan tidak mengalami perpecahan."

Ikhtiar pembumian Pancasila yang dilakukan BPIP dinilai Horas bukan sekadar visi abstrak dalam memperkokoh persatuan bangsa, namun menyasar langsung kepada ajaran praktis perilaku masyarakat serta tata kelola pemerintahan yang baik dan benar.

Untuk itu demi menjaga serta melestarikan nilai-nilai Pancasila, maka giat pembumian Pancasila kepada generasi penerus perlu terus digencarkan.


Ancaman terhadap Pancasila

Ketua Bidang Pemuda PGLII Jakarta itu juga berbicara bahwa saat ini Pancasila menghadapi ancaman laten, yakni radikalisme, manipulator agama dan intoleransi.

"Pembumian Pancasila itu mendesak sifatnya, karena jika tidak dilakukan, maka Pancasila bisa kalah dengan ideologi lain. Karena itu ancamannya nyata. Ancaman intoleransi itu ada. Kemarin ada dosen yang simpan bom molotov di rumahnya," kata Horas.

Menurutnya, bangsa Indonesia tidak bisa selama-lamanya selalu menganggap Pancasila itu sakti.

"Pancasila memang sakti. Tetapi jika dinamika internal kita tidak diantisipasi dengan ikhtiar pembumian ideologi Pancasila, saya khawatir Pancasila terkalahkan oleh ideologi luar yang sektarian dan intoleran," tutur Horas.

"Indonesia di ambang bahaya kalau Pancasila tidak kita bumikan. Kami mendorong BPIP semangat dalam membumikan Pancasila, jika perlu gandeng elemen-elemen masyarakat, " kata Horas.

Ia juga mengingatkan, BPIP jangan hanya membumikan nilai-nilai Pancasila bagi rakyat, tapi juga bagi para elite politik.

"Pak Jokowi dan BPIP lima tahun ke depan perlu serius mendaratkan Pancasila dengan baik dalam kehidupan sehari-hari," pungkas Horas.


Jakarta, 2 Desember 2019
Share:

Featured Post

Divisi Hukum Pelita PGLII DKI Jakarta

Divisi Hukum Pelita PGLII DKI Jakarta. Melayani Konsultasi Hukum Gratis Setiap hari : Jumat, Pukul : 10.00 s/d 16.00 WIB - Sabtu, Pukul...

Video

Recent Posts


Hubungi Kami

Name

Email *

Message *