Menjelang Natal semarak perayaan Hari Raya umat Kristen itu terasa di mana-mana. Ketua Bidang Pemuda Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) DKI Jakarta, Tigor Mulo Horas memaparkan pandangannya terkait Natal.
"Natal sering membawa perenungan yang tidak menyenangkan bagi saya, lebih tepatnya bagi kedagingan saya. Mengapa? Karena saya memahami Natal sebagai peristiwa 'penyaliban' pertama yang dialami Putra Allah di surga. Ia yang kedudukannya setara dengan Allah, harus mengosongkan diri-Nya sendiri dan taat pada perintah Bapa untuk turun ke dunia." Jakarta Barat, Selasa (17/12/2019).
"Bukankah itu praktik penyangkalan diri dan penyaliban yang dialami Sang Putra? Jadi saya menganggap bahwa Natal sebagai peristiwa Jumat Agung di Surga," imbuhnya.
Horas mengaku setiap menjelang Natal selalu bertanya pada dirinya sendiri, “Apa yang sudah kulakukan dalam rangka menyangkal diri tahun ini? Natal bukan saat untuk berpesta, bukan sekadar untuk merayakan Hari Raya Kristiani, tetapi saat yang tepat untuk merenungkan teladan Sang Putra Allah dalam menyangkal diri-Nya sejak di surga.”
"Rasul Paulus mengatakan, Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia,” tambahnya.
Pria yang juga pemerhati politik dan intelijen itu mengatakan, "Natal tahun ini saya dapat dengan mudah menuliskan hal-hal dalam karakter saya yang perlu dilatih lebih keras agar lebih serupa dengan Kristus. Mungkin Anda juga punya daftar menurut versi Anda sendiri. Natal ini kita sama-sama mendapat undangan untuk merenungkan lagi makna Natal sebagai Jumat Agung dan mengaplikasikannya dengan usaha kita menjadi para pemercaya yang memiliki karakter Kristus."
Menurut Horas, seseorang pernah mengeluh kepadanya mengenai seorang politikus Kristen, “Bang Horas, kenapa ya Bapak yang politikus itu tidak sesaleh seperti kalau dia sedang di gereja? Di gereja Bapak itu bisa terlihat manis, senang melayani, tapi kalau di dunia politik, itu bertolak belakang. Dia suka jelek-jelekkan politikus lain, ambisius mengejar pengakuan dan jabatan, kelihatan sekali kalau iri dengan sesama politikus lainnya. Kok bisa seperti itu ya, Bang?”
Pertanyaan itu, bagi Horas, tentu tak mudah dijawab. "Tetapi pesannya jelas bagi kita, bahwa karakter umat Kristen seharusnya bersesuaian dengan Yesus Kristus yang kita percayai itu. Banyak hal yang buruk dari karakter kita, bisa juga itu berupa kebiasaan buruk yang kita pelihara bertahun-tahun. Ini tantangan bagi kita," ujar Horas.
"Natal tahun ini mengingatkan kita bahwa Natal adalah Jumat Agung, sebuah peristiwa 'penyaliban' di surga, di mana Sang Putra rela turun ke dunia, lahir sebagai manusia dalam peristiwa Natal," imbuhnya.
"Pertanyaan penting bagi kita adalah, maukah kita memakanai Natal tahun ini sebagai undangan untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Kristus dengan sungguh-sungguh?" kata Horas.
Natal dan Pancasila
Horas juga mengemukakan, sama seperti inti Natal adalah mendamaikan antara Sang Pencipta dan manusia, demikian pulalah Pancasila menjaga kedamaian dan keharmonisan relasi sosial antar sesama warga negara.
"Jika Natal memiliki tujuan mendamaikan Tuhan dengan manusia, Pancasila juga hadir untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan hubungan antarmanusia di Indonesia," ujarnya.
Horas mengatakan, "Nilai-nilai Pancasila adalah inti dari pedoman masyarakat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala tindakan dan interaksi sosial selayaknya selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Sedemikian pentingnya nilai-nilai Pancasila bagi Indonesia, maka tanpanya negara ini akan kehilangan roh dan bahkan eksistensinya."
Menurut Horas, sila-sila dalam Pancasila mengandung nilai spiritualitas yang sangat dalam. Bukan hanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tetapi Pancasila juga mengandung filsafat dan etika sosial yang sangat luhur. Sehingga, semua ajaran yang terkandung dalam Pancasila bertalian erat dengan nilai-nilai kebajikan dalam agama.
"Pancasila menurut saya adalah sebuah wahyu umum dari Tuhan bagi rakyat Indonesia, apapun agama dan keyakinannya. Di dalam Pancasila terkandung percikan-percikan ajaran kasih dalam agama Kristen, yaitu mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Tidak ada hukum yang berlawanan dengan prinsip ini," terang Horas.
"Di dalam kekristenan kita mengenal ada dua macam wahyu, yaitu wahyu umum dan wahyu khusus. Jika wahyu khusus bagi umat Kristen hanya terdapat dalam Yesus Kristus, maka wahyu umum ini adalah berkah dan kebenaran Tuhan bagi semua orang termasuk yang belum mengenal Yesus Kristus. Pancasila memuat semua kebaikan umum bagi semua orang. Saya percaya semua kebenaran di dunia ini adalah milik Tuhan. All truth is God's truth, maka Pancasila pun bisa kita syukuri sebagai wahyu umum Tuhan bagi rakyat Indonesia," pungkas Horas.
#Natal #PGLII #Pancasila
Tigor Mulo Horas Sinaga, Ketua Bidang Pemuda PGLII DKI Jakarta.
Tigor Mulo Horas Sinaga, Ketua Bidang Pemuda PGLII DKI Jakarta.
0 comments:
Post a Comment